Aku Kuat Seperti Batu
Karang
Pagi ini rasanya aku enggan untuk terbangun cuaca
hari ini begitu dingin rasanya aku ingin bermalas-malasan saja sepanjang hari
di kasur, suamiku yang sedari pagi sudah berangkat kerja dan anakku yang sedang
berlibur di rumah neneknya sehingga membuatku bersantai ria di rumah. Akupun
lantas tidur lagi dan baru ku kerjakan pekerjaan rumah nanti siang toh suamiku
pulang sore dan anakku baru pulang lusa.
Pukul 17.00
Suami ku pulang dari kantornya dan dia selalu
mengecup keningku setibanya di rumah dia memang begitu romantis padaku,
kadang-kadang diapun selalu memberikan kejutan padaku. Ya itu lh dia suami yang
selalu ku sayang.
Malam berikutnya anakku pulang kerumah dengan
gembiranya dia memelukku dan mengecup pipiku dan menjabat tangan ayahnya,
memang anakku tak terlalu dekat dengan ayahnya karena mereka hanya bertemu pagi
pas sarapan dan sore itupun mereka jarang untuk mengobrol. Lantas anakku
membawa buah tangan dari tempat ibuku, dia membawakanku baju tidur dan sepatu
kerja untuk ayahnya. Lantas dia menceritakan liburannya dengan ceria dan
senyumnya yang lebar.
Paginya seperti biasa aku menyiapan sarapan untuk
mereka dan baju kerja serta seragam sekolah untuk anakku. Aku hanya seorang ibu
rumah tangga yang setiap harinya hanya berdiam diri di rumah kadang-kadang
pergi keluar untuk menghilangkan penat di rumah. Setelah suami dan anakku pergi
aku hanya berdiam diri di rumah merapihkan rumah kadang menonton TV dan tidur
(sangat membosankan berdiam diri di rumah tapi asik bisa bersantai). Ya seperti
itulah kehidupanku setiap harinya.
Akhir bulan Mei 2009 aku merasa bosan berada di
rumah lantas aku lihat jam dinding menunjukan pukul 11.00 aku pun berencana
untuk pergi makan di lestoran biasa. Dengan berjaan kaki karena jaraknya tidak
terlalu jauh dari rumahku akupun menikmati pemandangan kota di siang hari itu,
sesampainya di restoran aku duduk di kursi yang panjang yang kursinya saling
berhadapan aku sudah memesan makanan dari pelayan yang melayaniku dan tidak
kurang dari 30mnt makananku sudah datang. Di saat makan aku mendengar suara
yang mirip dengan suamiku yang sedang berbicara dengan seorang wanita, awalnya
aku ingin menghampirinya tapi aku urungkan karena mendengar pembicaraan mereka
yang begitu serius.
Cwe: “kapan aku di bawa ke rumahmu? Sekarang kn
aku sudah sah jadi istrimu
Disaat itu aku terdiam rasa kaget yang menyelimuti
diriku, ingin rasanya aku melihat sosok wanita dan laki-laki yang sedang
berbicara itu untuk memastikan itu bukan suamiku.
Cwo: “ya sabar sayang, kmu tingga dulu saja di rmh
baru kita. Aku belum bicara dengan istriku
Cwe: “istri? Kamu mulai menyukainya? Bukannya kau
hanya menganggapnya pembantu gratismu
Memang di rumahku tak ada pembantu satupun tapi
aku kanget kalau aku hanya dia anggap sebagai pembantu, terus setiap saat dia
memberikanku hadiah dan kejutan apa hanya untuk upahku selama kerja? Air matapun
perlahan menetes membasahi pipi, ingin rasanya menjerit tapi ku coba untuk
mengontrol emosiku.
Cwo: “engga, aku sayang kmu tapi aku jga butuh
waktu
Cwe: “tapi jgn lama-lama
Cwo: “iya
Dan ternyata laki-laki itu benar suamiku aku
mendengar namanya di subut jelas sewaktu pelayan menyebutnya karena suamiku
membayarnya dengan kartu kreditnya. Rasanya aku tak sanggup untuk berjalan
bahkan untuk berdiripun aku tak mampu lagi sampai-sampai makananku pun tak
sempat aku habiskan. Lantas aku mencoba menguatkan diriku sendiri dan
menenangkan hatiku, berjalan seperti tanpa arah dan aku tak memperhatikan
sekelilingku. Aku mencoba kuat sesampainya di rumah karena aku ingin terlihat
tegar dihadapan anakku karena ku tau jam segini anakku sudah ada di rumah.
Anak: “bunda abis dari mana?
Aku: “tadi bunda jalan-jalan sebentar dan membeli
makan untukmu. Bunda ke kamar dulu ya ini makanannya di makan!!
Pukul 17.00
Suamiku pun pulang ke rumah, seperti biasa dia
mengecup keningku seolah-olah tak terjadi sesuatu dan tak pernah dia
sembunyikan sesuatu. Oh rasanya hancur hatiku 15thn hidup bersama orang yang
munafik dan tak punya hati. Ingin rasanya memberontak dan mengamuk tapi aku
sadar ke egoisanku bisa membuat anakku terluka, ku coba menahan luka yang
tergores hingga suatu hari.
16 Juni 2007
Anakku sendiri yang melihat ayahnya dengan wanita
lain.
Anak: “ayah ini siapa?
Cwe: “aku ibu barumu
Anak: “apa? (sambil berlari dan menahan tangisnya)
Sesampainya di rumah anakku langsung memelukku
Anak: “bunda jangan bersedih, aku rela tak punya
ayah asal bunda bahagia, aku rela tak punya ayah jika dia tak bisa membuat
bunda bagahia
Aku: “maksudmu nak? Kamu kenapa?
Anak: “aku melihat ayah dengan wanita lain yang
mengaku dirinya ibu baruku
Aku: “kau sudah melihatnya?
Anak: “bunda sudah tau? Maafkan aku bunda yang tak
merasakan sakitnya hatimu
Aku: “aku menyayangimu nak, makanya bunda tak
menceritakannya
Suamikun pun datang dengan membanting pintu dan
marah-marah
Suami: “melayangkan tangannya ke pipiku sehingga
pipiku merah” kamu tak becus mengurus anak
Aku: “apa kau becus mengurus anak? Peran orang tua
bukan hanya aku
Suami: “kamu di kasih enak masih saja menyalahkan
aku, harusnya kau bersyukur dulu aku mau menikahimu
Aku: “apa aku harus mensyukuri laki-laki yang tlah
menghianatiku selama 15thn? Kamu menyesal menikah denganku? Kalau menyesal
kenapa dulu kau menyetujui perjodohan kita? Aku rela jika kau sakiti tapi
sekrang kau tak hanya menyakitiku tapi anakmu dan Almarhumah nenekmu
Suami: “kenapa kau membawa-bawa nenekku? Aku sudah
berkorban perasaan untukmu hingga harus aku lukai orang yang ku sayang jika
sekarang aku menikah dengannya harusnya kamu maklumi. Atau tidak kita cerai
saja
Aku: “jika cerai jalan terbaik aku rela
Lantas aku pergi dengan anakku ke tempat ibuku,
aku menceritakan semua kejadian dari awal-akhir pada ibuku. Ibuku memakluminya
karena memang dia sudah punya pirasat yang tak baik pada suamiku, tapi karena
amanah dari nenekku yang harus menjodohkanku dengan cucu teman nenekku yaitu
suamiku ibu pun tak punya alasan untuk mengubahnya. Sidang perceraian kamipun di
buka aku dan mantan suamiku saling menghadiri aku yang di temani dengan ibuku
dan dia yang di temani dengan istrinya. Sidangpun berjalan dengan baik dan hak
asuh anakku berada di tanganku, sebenarnya aku tak minta harta darinya tapi
jika dia sadar mestinya dia bertanggung jawab untuk membiayai kesolah anakku
dan ternyata tidak sepeserpun dia memberikan uang untuk biaya sekolah anakku.
Aku pun harus terbiasa dengan kehidupan baruku, aku mulai mencari kerja dan
untungnya ada temanku yang menawarkanku sebuah pekerjaan gajinya cukup untuk
membiayai sekolah anakku dan kebutuhan sehari-hari itupun di bantu ibuku yang
sama bekerja.
4thn kemudian anakku bisa masuk Universitas di
luar negri berkat beasiswa karena prestasinya di sekolah ya itulah cita-cita
anakku untuk bersekolah di luar negri. “Aku selalu mengingatkannya agar jangan
membenci ayahnya karena di dunia ini tak ada yang namanya mantan ayah atau
anak, belajarlah dari hal terkecil, cobalah untuk bijak dan sabar karena itu
kunci keberhasilanmu suatu saat tunjukan pada mereka yang mencaci dan memaki
kalau kau bisa lebih baik dari mereka”.
Suatu hari aku mendengar kabar mantan suamiku dari
tetangga rumahku dulu sewaktu aku masih tinggal dengan mantan suamiku.
Tetangga: “mantan suamimu sekarang sudah tidak
tinggal di rmh nya yang dulu denger-dengar perusahaannya kena PHK dan rumahnya
di sita sama bank
Aku hanya diam mendengarkan cerita tetanggaku
tersebut “sebenarnya aku sudah tak ingin tau tentang dirinya karena aku sudah
mengubur luka yang begitu sangat menyakitkan, sekarang hidupku bahagia tanpa kehadirannya
dan aku berharap dia takan pernah hadir lagi dalam kehidupanku karena aku sudah
memaafkan nya dan aku mampu berdiri tanpanya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar